Kalau
kata-kata tidak bisa lagi menyehatkan pikiran yang keblinger, mungkin
senjata bisa melakukannya
(soekarno)
Mungkin itu
adalah ungkapan kemarahan Bung Karno terhadap kelompok reaksioner yang selalu
menghambat proses penuntasan revolusi Indonesia, yang menurutnya Revolusi kita
belum selesai. Siapa yang tidak mengenal keberanian dan radikalisme salah satu
pemimpin dunia yang paling disegani pada saat itu, berkali-kali pidatonya baik
di panggung politik nasional maupun internasional (seperti Sidang Umum PBB)
selalu dengan garang mengecam Imperialisme dan Neokolonialisme. Karena
keteguhan dan keberaniannya itulah, pemimpin-pemimpin dari Asia-Afrika sangat
kagum dengan Soekarno bahkan beberapa tahun setelah kejatuhannya
mahasiswa-mahasiswa dari Afrika masih membawa buku-buku dan Biografi Soekarno
dalam Pertemuan mahasiswa anti imperialis Internasional (Catatan Perjalanan
sebulan GiE di AS). Namun, dibalik kharismanya yang gilang gemilang tersebut,
beberapa tokoh intelektual kanan Belanda justru berpendapat negatif terhadap
Soekarno sebagai seorang “Quisling” yang menjual bangsanya kepada
Jepang. Tetapi tuduhan ini kehilangan pengaruh, ketika sampai sekarang orang
semakin mengeluh-eluhkan sosok Soekarno, Pemimpin yang teguh melawan penjajahan
asing.
Pemikiran
Soekarno dan Revolusi Nasional
Pemikiran
Radikal-progressif Soekarno sudah terbentuk sejak usianya masih sangat muda,
salah satu tulisannya yang bisa menjadi acuan adalah “Nasionalisme, Islam
dan Marxisme”. Dalam Tulisan yang dimuat secara berseri di Jurnal
Indonesia Muda tahun 1926 itu, Soekarno dengan terang-terangan mengatakan bahwa
maksud kedatangan kolonialis datang ke Indonesia adalah untuk memenuhi
hasratnya mengakumulasi modal dan keuntungan (ekonomis). Dengan kepentingan
Akumulasi Modal itulah, Soekarno membedah hubungan Imperialisme dan Kapitalisme
Itu sendiri, kapitalisme mendorong terjadinya apa yang ia sebut sebagai exploitation
de l’homme par l’homme atau eksploitasi manusia oleh manusia lain.
Keberpihakan pada teori perjuangan klas sangat kental dalam pemikiran Soekarno,
Dalam sejumlah pidatonya ia menjelaskan tentang keberadaan tiga unsur sosial
mendasar yang ada di kalangan massa yang dimiskinkan tersebut. Yakni
proletariat, petani dan orang-orang yang dimiskinkan lainnya (pedagang asongan,
dan mereka yang sedang mencari penghidupan). Pada tahun 1920-an, ia juga
merumuskan konsep Marhaen (secara harfiah adalah nama seorang petani miskin
yang pernah ia ajak bicara). Awal mulanya, Marhaen mengacu pada lapisan
penduduk yang memiliki beberapa perkakas produksi sendiri (misalnya, seekor
kerbau) dan bekerja untuk diri mereka sendiri tetapi masih tetap miskin,
sebagaimana juga yang dialami buruh pabrik atau buruh perkebunan. Soekarno
mengidentifisir realitas keberadaan negeri yang dipenuhi lautan
semi-proletariat dan borjuis kecil yang miskin (Max Lane, Bangsa Yang belum
Selesai; Aksi, Kejatuhan Soeharto dan Sejarah Indonesia, 2007).
Pemikiran
politik Soekarno kemudian di Praksiskan dengan mendirikan Partai progressif
Partai Nasionalis Indonesia (PNI) tanggal 4 Juli 1927, Tujuannya jelas untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1928 ia menulis artikel berjudul Jerit
Kegemparan di mana ia menunjukkan bahwa sekarang ini pemerintah kolonial
mulai waswas dengan semakin kuatnya pergerakan nasional yang mengancam
kekuasaannya. Ketika pada tanggal 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap dan pada
tanggal 29 Agustus 1930 disidangkan oleh pemerintah kolonial, Soekarno justru
memanfaatkan kesempatan di persidangan itu. Dalam pledoinya yang terkenal
berjudul Indonesia Menggugat dengan tegas ia menyatakan perlawanannya
terhadap kolonialisme. Dan tak lama setelah dibebaskan dari penjara pada
tanggal 31 Desember 1931 ia bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yakni
partai berhaluan Radikal non-koperatif dengan kolonialis belanda yang dibentuk
pada tahun 1931 untuk menggantikan PNI yang telah dibubarkan oleh pemerintah
kolonial.
Meskipun
mengakui dekat dan mengagumi Marxisme, Namun Soekarno mencoba membuat pemilahan
dengan teori-teori umum Marxisme. Selain istilah Marhaen yang memiliki perbedaan
dengan proletariat menurut Marx, ia lebih condong memodifikasi Marxisme untuk
kebutuhan perjuangan pembebasan nasional melawan kolonialisme dengan menyerukan
persatuan nasional dari unsur-unsur tertindas dari massa rakyat. Sebagaimana
dikatakan oleh Ruth McVey, bagi Soekarno rakyat merupakan “padanan mesianik
dari proletariat dalam pemikiran Marx,” dalam arti bahwa mereka ini merupakan
“kelompok yang sekarang ini lemah dan terampas hak-haknya, tetapi yang
nantinya, ketika digerakkan dalam gelora revolusi, akan mampu mengubah dunia.”
Soekarno
dan ”Revolusi Indonesia Belum Selesai”
“Kaki
kami telah berada di jalan menuju demokrasi,” lanjut Presiden Soekarno
dalam pidatonya di depan Kongres AS itu. “Tetapi kami tidak ingin menipu
diri sendiri dengan mengatakan bahwa kami telah menempuh seluruh jalan menuju
demokrasi,” sambungnya. Ia sangat sadar bahwa meskipun indonesia selama
bertahun-tahun sudah merdeka, tetapi kepentingan dan Neo-Kolonialisme dan
imperialisme masih terus bercokol di Indonesia. Bagi Soekarno ancaman bagi
revolus Indonesia sebenarnya tidak hanya datang dari luar tetapi muncul dari
dalam negeri sendiri, dalam Pidatonya di HUT PKI, Ia mengatakan bahwa ”Salah
satu tingkat dari Revolusi Indonesia adalah mengganyang musuh-musuh Revolusi”.
Soekarno sangat menyadari kekuatan-kekuatan kontra yang mencoba menjatuhkan dan
menghambat revolusinya. Upayanya memperkuat perjuangan anti-Imperialisme-
anti-Kolonialisme dengan ide ”Nasionalisme-Agama-dan Komunisme” justru
menjadi alat bersembunyi bagi kekuatan kanan dengan berpura-pura mendukung
Nasakom dan masuk dalam front Nasional.
Kudeta
Militer, 1965 adalah kontra-revolusi untuk memutus dan menghentikan proses
revolusi yang di gagas Soekarno. Segera setelah Orde Baru berkuasa upaya
membunuh karakter dan pribadi Soekarno berlangsung secara sistematis. Mulai
tuduhan ber istri banyak dan punya daya tarik seksual mirip dengan raja-raja
Jawa, hingga tuduhan bangsa Soekano adalah dalang G.30.S/PKI (Antonie Dake,
dalam bukunya dengan judul; Sukarno File). Namun upaya sistematis ini
tidak mampu membunuh kharismatiknya, karena (1) tiap tanggal 17 Agustus Rakyat
Indonesia memperingati proklamasi kemerdekaan dimana Soekarno adalah tokoh
kuncinya. (2). Propoganda Hitam terhadap bung Karno lebih banyak pada kehidupan
pribadi, tetapi jarang pada tantangan gagasan-gagasannya. Bahkan rakyat masih
menganggap belum ada presiden Indonesia sesudahnya yang menyamai kemampuan dan
gagasan Soekarno. Soekarno adalah orang yang bersih soal kredibilitas politik,
tidak ada satupun kasus korupsi yang dilakukannya bahkan ia meninggal dalam
kondisi sangat miskin. (3). Sepak terjangnya, Pandangan Politiknya, hingga
Pidato-pidatonya masih terus menggema di bangsa Asia –Afrika termasuk di
Indonesia sendiri. Sehingga semakin banyak rindu dengan figurnya, terbukti
dengan kemenangan Megawati di pemilu 1999 (salah satu faktornya—orang rindu
Figur Soekarno).
“Go
To Hell With Your Aid” mungkin harus menjadi pidato Soekarno yang
diulang-ulang di telinga pemimpin dan elit politik saat ini, setidaknya untuk
mengasah nyalinya agar sedikit lebih berani. Kehancuran Industri Nasional, dan
dominasi kuat modal asing di semua sector kehidupan ekonomi betul-betul telah
menempatkan bangsa Indonesia tidak ubahnya “Bangsa kuli”. Mentalitas korup dan
keinginan memperkaya diri sendiri ditengah kemelaratan dan kemiskinan missal
yang melanda lebih dari separuh penduduk negeri ini, sudah menjadi budaya
pejabat di negeri ini. Sangat kontras dengan kehidupan pribadi Soekarno, yang
sangat merakyat sehingga di juluki “Penyambung Lidah Rakyat”. Saatnya Soekarno
baru hidup kembali!***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar